“Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pelaku untuk kembali ke masyarakat dengan kondisi yang lebih baik,”

Jambi, Indonesiamenyala.com – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung yang diwakili Direktur B Wahyudi SH, MH menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice (RJ) terhadap perkara penyalahgunaan narkotika di Muaro Jambi.

Penghentian perkara tersebut diusulkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, Heru Anggoro. Selanjutnya sesuai mekanisme maka terhadap tersangka dilakukan rehabilitasi.

Kasus yang melibatkan Budoyo Bin Widodo. Akhirnya harus menjalani rehabilitasi di RSJ Provinsi Jambi selama 2 bulan.

Kemudian tersangka kedua, yakni Agung Darma Pangestu alias Agung bin Budoyo menjalani rehabilitasi di RSJ Provinsi Jambi selama 4 bulan.

RJ diberikan setelah mendengarkan pemaparan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Muaro Jambi dan jajaran melalui sarana Video Conference, Kamis (23/1).

Baca juga:  Aksi Cepat Jajaran Polsek Jaluko Bubarkan Geng Motor.

Dalam proses ekpose dari Kejaksaan Tinggi Jambi yaitu Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, Riono Budisantoso, SH, MA didampingi Aspidum, Koordinator dan Para Kasi bidang Pidum Kejati Jambi.

Proses pengusulan penghentian melalui mekanisme Restorative Justice ini dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Muaro Jambi yang menerima pelimpahan tersangka atas nama Budoyo dan Agung.

Keduanya disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika Atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Herman Dekristo menyampaikan, penghentian penuntutan terhadap tersangka tersebut dilakukan berdasarkan pedoman jaksa agung nomor 18 tahun 2021 tentang penyelesaian penanganan perkara penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa.

Baca juga:  Beri Pembekalan Pada ASN, Dr. Moh Arqon; ASN Harus Miliki Inovasi

Penerapan restoratif Justice ini dilakukan sesuai dengan pedoman KejaksaanAgung RI. Di mana kasus tertentu, khususnya terkait pengguna narkotika, dapat diselesaikan melalui pendekatan pemulihan untuk mengurangi dampak negatif dari proses hukum konvensional.

“Selain itu, hal ini juga bertujuan memberikan kesempatan kepada para pelaku untuk kembali ke masyarakat dengan kondisi yang lebih baik,” katanya.

Kejaksaan Tinggi Jambi menegaskan bahwa langkah ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kemanusiaan, efektivitas pemulihan, serta upaya memutus mata rantai penyalahgunaan narkotika di masyarakat.

“Restorative Justice menjadi langkah progresif bagi kita semua untuk memastikan bahwa keadilan tidak hanya berorientasi pada hukuman, tetapi juga pemulihan, baik bagi pelaku maupun masyarakat secara keseluruhan,” jelasnya.

Baca juga:  Mahasiswi Baru di Perkosa oleh Temannya Pasca Orientasi Organisasi

Nantinya menurut dia, pihak Kejari Muara Jambi bersama RS Jiwa Provinsi Jambi terus memantau proses rehabilitasi kedua tersangka untuk memastikan hasil yang maksimal dalam rangka pemulihan mereka.

“Kejaksaan Tinggi Jambi juga menegaskan komitmennya untuk terus mendukung program-program pemulihan bagi penyalahguna narkotika,” terangnya.

Perkara narkotika ini menjadi perkara pertama pada periode Januari 2025 yang dihentikan lewat RJ oleh Kejaksaan Tinggi Jambi, meskipun seperti itu, namun tidak semua perkara yang di hentikan lewat RJ. (*)