Jakarta, Indonesiamenyala.com – Pemberian gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) kepada selebritas Rafi Ahmad oleh Universitas Internasional Perdagangan dan Manajemen (UIPM) di Thailand pada 27 September 2024 mengundang sorotan tajam. Momen tersebut dibagikan oleh Rafi melalui akun Instagram-nya, yang menampilkan Profesor Kanoksak Likitpriwan, Presiden UIPM, sebagai pemberi gelar.
Namun, kegembiraan tersebut segera dibayangi oleh kontroversi. Penelusuran lebih lanjut mengungkapkan bahwa UIPM, meskipun mengklaim terakreditasi oleh CPD Accreditation Group di London, belum memiliki izin operasional di Indonesia. Hasil investigasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 29-30 September 2024 menunjukkan bahwa lembaga ini tidak terdaftar di negara tersebut, berdasarkan aduan masyarakat yang menyoroti dugaan legalitas UIPM.
Menurut UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, setiap perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, wajib memiliki izin dari pemerintah untuk beroperasi di Indonesia. Pihak Kemendikbudristek menegaskan bahwa tanpa izin operasional, gelar akademik yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut tidak dapat diakui secara sah.
Kritik terhadap Rafi Ahmad pun mencuat. Sebagai publik figur yang telah mencapai kesuksesan, banyak yang mempertanyakan keputusan Rafi untuk menerima gelar dari institusi yang diragukan kredibilitasnya. Apakah ia tidak melakukan verifikasi yang cukup sebelum menerima gelar ini? Pertanyaan ini menjadi bahan perdebatan di media sosial, di mana warganet mendesak agar selebritas seperti Rafi lebih selektif dan bertanggung jawab dalam menerima penghargaan.
Dalam situasi ini, Kemendikbudristek mengingatkan masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih perguruan tinggi. “Penting untuk memastikan bahwa lembaga pendidikan yang dipilih memiliki izin resmi agar kualitas pendidikan dan keabsahan gelar dapat terjamin,” tegas mereka.
Dengan perkembangan ini, kasus Rafi Ahmad bukan hanya sekadar tentang gelar kehormatan, tetapi juga membuka wacana lebih luas mengenai kredibilitas lembaga pendidikan dan tanggung jawab individu dalam menyikapi penghargaan. Masyarakat kini ditantang untuk lebih kritis dan teliti, terutama dalam era informasi yang kian kompleks.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.