Oleh : Mohd. Hizwan Hanif

Jambi, 27 Desember 2024 – Indonesia Emas 2045 adalah visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045 nanti, ini tepat pada hari ulang tahun Ibu Pertiwi ke 100 tahun. Indonesia Emas 2045 ini, pertama kali di awali oleh Presiden Joko Widodo yang mengamanatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk merumuskan Indonesia Emas 2045 dengan Visi “ Negara Nusantara Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan”. Serta yang menjadi indikator Indonesia Emas 2045, salah satunya adalah Bonus Demografi.

Bonus demografi yang dimaksud yaitu suatu keadaan ketika negara Indonesia mempunyai total seluruh penduduk usia produktif yang lebih banyak, sekitar 2/3 dari total keseluruhan penduduk Indonesia (Umar 2017), Keadaan ini diakibatkan oleh dependency raiso karena adanya penurunan kematian bayi serta kelahiran jangka panjang (Nuryani & Julia, 2022), dengan jumlah proyeksi PDB penduduk Indonesia Pada tahun 2045 sebanyak 324 Juta (Bappenas RI). Namun, Bonus Demografi ini apakah benar-benar menguntungkan negara kita menuju Indonesia Emas, atau Justru sebaliknya menjadi Indonesia Cemas ? Dan dalam hal Pendidikan, Kontribusi apa sebagai Mahasiswa dalam mengaktualisasikan cita-cita Indonesia Emas 2045 ini ?

Tentunya kita menyadari aspek penting dalam mengaktualisasikan cita-cita Indonesia Emas 2045 ini salah satunya adalah Pendidikan. Tapi faktanya, perhari ini masih banyak ketimpangan serta problematika yang terjadi terhadap tubuh institusi pendidikan, diantaranya adalah :

1. Pendidikan Indonesia yang belum merata.
Adapun bunyi dalam pasal 50 UU Sisdiknas adalah “ Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk di kembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf Internasional”, sedangkan Perhari ini bukan hanya tingkat cahaya yang lebih terang yang menunjukkan pembangunan serta pendidikan masih berfokus di Jawa melalui citra satelit, tapi juga kualitas Pendidikan, yang diantaranya adalah infastruktur pembangunan, kualitas SDM Tenaga Pendidik, ketersediaan sumber belajar dan penerapan Kurikulum, serta keterbatasan teknologi dan digitalisasi. Walaupun dalam regulasinya ini tidak melanggar, tapi secara norma ini sudah terbilang melanggar, mengingat tidak ada perkembangan yang begitu spesifik dari Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap progres pendidikan di setiap daerah di Indonesia.

Baca juga:  Pembentukan Undang-Undang Dengan Metode Omnibuslaw Efesiensi Atau Resiko Bagi Kepastian Hukum?

2. Kebijakan dan Regulasi yang tidak tepat
Dalam UU No 20 tahun 2003, tidak sedikit dalam regulasinya bertentangan antara satu pasal dan pasal lainnya. Entah itu pada tahun di tetapkan regulasi tersebut itu relevan atau tidak, yang jelas regulasi tersebut tidak representatif terhadap kebutuhan Pendidikan hari ini. Bukan hanya itu, setiap pergantian Menteri Pendidikan dalam beberapa tahun belakangan ini, kurikulum dan sistem pendidikan yang di prioritaskan selalu berganti-ganti. Hal ini menjadi peluru liar bagi tenaga pendidik yang sudah lansia, yang sulit untuk adaptif terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, sehingga menghambat proses pertumbuhan SDM Indonesia.

3. Feodalisme dan kecurangan Akademisi yang masih kental dalam tubuh Institusi Pendidikan.
Feodalisme masih kental sekali dalam tubuh Institusi Pendidikan, bahkan belakangan ini tertiup isu partai dan organisasi tertentu yang menjadi penentu untuk menjadi Rektor ataupun Kepala Sekolah. Ditambah lagi Indonesia belum memilik Focal Point sebagai Indikator Absolut dalam menentukan kebijakan. Rocky Gerung dalam Podcast Wita Wirjawan menyampaikan “alasan pendidikan Indonesia sampai hari tidak maju, karena belum memilik Focal Point dan institusi pendidikannya masih terbelenggu dengan Feodalisme”. Bukan hanya itu, Integritas akademik belakangan ini juga sedang ternoda dengan kasus-kasus kecurangan akademik, salah satunya plagiasi karya ilmiah ataupun bentuk kecurangan lainnya.

Hal ini di perkeruh lagi oleh Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, dalam Pidatonya pada Pembukaan Rakor Evaluasi Kebijakan Pendidikan mengusulkan kepada Mendikdasmen adanya Mata Pelajaran Coding di tingkat SD dan SMP. Rasanya sangat ambigu, dengan data yang menyebutkan kualitas Guru di Indonesia yang masih Gagap Teknologi (Gaptek).

Dalam hal ini, Mahasiswa tidak hanya berperan sebagai Agent Of Control, tapi juga sebagai Agent Of Actuation Dan Agent Of Formulation dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas ini, sesuai dengan Amanat Pendiri Bangsa dan UUD 1945, yang berbunyi “Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dan Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia”.

Baca juga:  Surat Terbuka untuk Calon Kepala Daerah. Aktualisasi Politik Madani : "Sebuah Saran untuk Keharmonisan Bersama."

Presiden RI Prabowo Subianto dalam Pidatonya pada Hari Guru Nasional ke 30 pada tanggal 25 November 2024 juga menyampaikan bahwa pada tahun 2025, Kabinet merah putih menjadikan Pendidikan sebagai Fokus Utama dengan APBN Prioritas no 1 pada bidang Pendidikan , sebanyak Rp 81,6 Triliun. Karena pemerintah memiliki visi menghilangkan kemiskinan melalui Pendidikan. Bahkan, Guru ASN mendapatkan kesejahteraan sebesar gaji pokok dan Guru non ASN nilai tunjangan Profesinya akan di tingkatkan menjadi 2 Juta. Melalui Detik.com juga menginformasikan bahwa pada tahun 2025, Anggaran pendidikan baik Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) sebesar Rp 724,3 Triliun.

Menanggapi Pidato Presiden Prabowo tersebut, di samping mahasiswa memang benar-benar menjadi Agent Of Control dalam mengkawal visi yang beliau sampaikan, hal ini tidak benar-benar ampuh dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045, karena mengingat waktu hanya tersisa 20 tahun lagi. Dengan waktu yang terbilang relatif singkat ini, Reformasi Pendidikan saja tidak cukup, justru Pemerintah harus melakukan Tranformasi total. jika tidak, jangan heran lahirnya generasi-generasi Cemas 2045, dengan sistem Pendidikan sampah.

Sebagai dasar utamanya, Pemerintah harus membenahi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisidiknas). UU No 20 Tahun 2003 Sisdiknas sudah tidak relevan lagi, karena mengingat sudah sangat usang, dan tidak sesuai dengan kebutuhan Pendidikan Nasional hari ini. Pemerintah harus melakukan transisi aturan baru dengan modernisasi Pendidikan Global hari ini, dengan dasar teori Pendidikan yang jelas dan relevan, dan memiliki Focal Point khusus pada bidang Pendidikan.

Pemerintah juga harus lebih memprioritaskan keselamatan serta kesejahteraan Tenaga Pendidik, mengingat mereka adalah Rool Model cahaya keilmuan yang di gugu nan di tiru, dengan janji Bapak Presiden Prabowo Subianto tentang meningkatkan kesejahteraan ASN dan Non ASN, harus termaktub dalam UU Sisdiknas atau UU turunan yang dapat membahas komprehensif dan memastikan kesejahteraan tenaga Pendidik.

Baca juga:  Pembentukan Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Dengan Metode Omnibus Law

Sistem Pendidikan kita hari ini dalam teori Taksonomi Bloom (Anderson, L.W & Krathwohl, D.R.:2001), dominannya juga masih pada tingkat “mengingat” ataupun “menghafal”, bahkan Dalam riset dengan tajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu, ”Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dengan tingkat literasi yang rendah”, ditambah lagi dengan data UNESCO yang menyebutkan “minat baca masyarakat Indonesia sangatlah memprihatinkan yaitu hanya 0,001% saja. Itu berarti, dari 1.000 orang Indonesia, hanya ada 1 orang yang rajin membaca”. ini menjadi PR besar dari pemerintah kepada tenaga pendidik untuk mengantarkan Siswa atau Mahasiswa pada tiap proses tingkatan Taksonomi Bloom menuju puncak, yakni “Menciptakan”, Sehingga kita benar-benar siap dengan Indonesia Emas 2045 dengan SDM yang berkualitas melalui hasil riset dan penelitian baru, yang melahirkan ide-ide serta gagasan Inovasi baru pendidikan Indonesia.
Generasi Alpha baru saja berakhir, dilanjutkan dengan generasi Beta, generasi yang katanya paling cerdas diantara generasi lainnya.

Generasi ini lahir dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, bahkan tidak heran Iphone 16 Pro Max yang paling canggih sekali pun, 5 tahun ke depan akan menjadi layaknya Nokia Usang. Artinya ini menjadi PR besar bagi pemerintah untuk masif dalam meningkatkan Intelligence Quotient terhadap tenaga pendidik pada bidang Digitalisasi, atau jangan heran generasi kita mati dengan digitalisasi.

Dalam beberapa tawaran solusi yang penulis sampaikan, penulis ingin menggaris bawahi bahwasanya Mahasiswa harus memiliki peran penuh dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 ini. Bukan hanya sebagai Agent Of Control, tapi juga sebagai Agent Of Actuation and Formulation, dengan inilah Indonesia mampu merealisasikan cita-cita mulia dengan gagahnya. Sama halnya yang di sampaikan oleh Bapak Rasyid Anies Baswedan “Anak muda memang minim pengalaman, karena itu ia tak tawarkan masa lalu, anak muda tawarkan masa depan.”