Penulis: Iin Habibi, SE (Tenaga Ahli DPR RI)
Masuk ke tahun 2025, Provinsi Jambi menghadapi ketidakpastian yang cukup tinggi. Didera oleh gonjang-ganjing ekonomi global prospek ekonomi Jambi akan sedikit melemah. Apalagi ketidakmampuan pemerintah daerah menjadi katalisator dan dinamisator produktivitas sektor riil menyebabkan potensi ekonomi Jambi tidak tereksploitir optimal.
Pada Triwulan Ketiga tahun 2024 Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi melambat dari 4,15 persen menjadi 4,01 persen. Bahkan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 mencapai 4,66 Persen, artinya Pertumbuhan ekonomi menurun dan jauh lebih rendah daripada tahun sebelumnya.
Perekonomian Provinsi Jambi melemah karena beberapa faktor, seperti: Serangan El-Nino, Permintaan konsumsi dan investasi yang menurun, Melemahnya aktivitas ekspor dan impor, Belum maksimalnya pemanfaatan potensi daerah.
Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan dari melemahnya perekonomian Provinsi Jambi: Pertumbuhan ekonomi melambat, Penurunan PAD, Penurunan pendapatan transfer, Penurunan aktivitas ekspor dan impor nyata terjadi di bumi melayu sepucuk jambi sembilan lurah.
Melemahnya ekonomi di provinsi Jambi tentu akan menyebabkan masalah ekonomi di tengah masyarakat yaitu diantaranya ; Kemiskinan, Pengangguran, Kesenjangan penghasilan, Inflasi, Defisit anggaran, Ketidakmampuan industrial.
Dalam tekanan ekonomi global yang ditandai dengan terkoreksinya kinerja ekspor sebenarnya masyarakat sangat berharap adanya dukungan pemerintah sebagai katalisator maupun dinamisator. Penurunan kinerja ekspor sangat berimbas pada perekonomian masyarakat.
Melemahnya ekspor akan berdampak pada turunnya harga-harga komoditas di Jambi, khususnya kelapa sawit, kelapa, dan karet, Pinang, dan komoditi unggulan lainya Harga komoditas pada tingkat petani semakin rendah dan pendapatan masyarakat turun yang pada gilirannya akan menurunnya daya beli rakyat.
Dalam kondisi demikian seharusnya pemerintah provinsi Jambi memainkan peranan positif untuk tetap menjaga dinamika ekonomi masyarakat. Hanya saja yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah malah kian menyebabkan kinerja ekonomi Jambi kian terpuruk.
Pemerintah Provinsi Jambi sendiri nampak sekali ketidakmampuannya mengelola keuangan daerah. Tidak mampu menyesuaikan pendapatan dengan belanja daerah. Ketika pendapatan daerah mengalami kontraksi atau turun jumlah belanja malah mengalami peningkatan. target-target yang ditetapkan malah tidak terealisir dengan optimal, bahkan ABPD Tahun 2025, ditetapkan sebesar Rp4.575 Triliun. jauh lebih rendah dibandingkan APBD Provinsi Jambi tahun 2024 adalah sebesar Rp 5,1 triliun.
Ada beberapa pemicu mengapa kehadiran pemerintah menjadi semakin tidak berarti dalam kinerja perekonomian Jambi.
Pertama, terletak pada kekurang piawaian menyusun skala prioritas sehingga program yang dikerjakan bukan sepenuhnya berdasarkan kebutuhan masyarakat melainkan keinginan dan kepentingan pemerintah saja.
Kedua, lemahnya sinergi antarlevel pemerintahan. Baik pemerintah provinsi mapun kabupaten kota berjalan sendiri-sendiri sehingga pemanfaatan anggaran kurang efisien dan hasilnya kurang optimal. Sumber-sumber ekonomi tidak tergali secara efektif, khususnya yang berkaitan dengan potensi ekonomi rakyat berorientasi ekspor dan substitusi impor.
Ketiga, lemahnya birokrasi baik dalam tahan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang didorong oleh kepemimpinan yang kurang berorientasi pada memperkuat birokrasi dan menumbuhkan good corporate governance yang berkelanjutan dan membaik.
Keempat, rendahnya produktivitas dan inovasi aparatur pemerintahan sehingga sulit menghasilkan terobosan-terobosan yang fenomenal untuk membuat rakyat menjadi terdorong untuk kreatif dalam persektif kewirausahaan berkelanjutan.
Kelima, tidak didukungnya proses implementasi keuangan daerah dengan sistem pengawasan yang baik dan rendahnya kinerja aparat penegah hukum dalam memastikan proses birokrasi berjalan sebagai proses yang clean and clear goverment.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.