Jakarta,indonesiamenyala.com –  Bank Dunia (World Bank) merilis proyeksi ekonomi terbaru yang memperingatkan potensi penurunan rasio penerimaan pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia menyebut bahwa ketidakpastian global, pelemahan harga komoditas, serta efisiensi pemungutan pajak yang belum optimal dapat menyebabkan rasio penerimaan negara mengalami penurunan yang signifikan.

Menurut laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects edisi terbaru, rasio penerimaan pemerintah diperkirakan turun di bawah 10% dari PDB, jauh dari target ideal yang selama ini dicanangkan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Situasi ini, menurut Bank Dunia, berpotensi memperlebar defisit fiskal dan mendorong peningkatan pembiayaan melalui utang.

Baca juga:  Deflasi Lima Bulan Beruntun: Indonesia di Ujung Jurang Kesenjangan Ekonomi

“Jika tidak diimbangi dengan reformasi fiskal yang kuat, Indonesia berisiko menghadapi tekanan utang yang semakin besar di tengah kebutuhan belanja publik yang terus meningkat,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Utang pemerintah Indonesia, yang per akhir 2024 tercatat mencapai lebih dari Rp8.000 triliun, diperkirakan akan terus meningkat pada 2025 untuk menutup kekurangan penerimaan dan membiayai program prioritas. Meskipun rasio utang terhadap PDB masih berada di bawah ambang batas yang ditetapkan, tren peningkatannya memunculkan kekhawatiran akan keberlanjutan fiskal di masa mendatang.

Kementerian Keuangan merespons proyeksi ini dengan menyatakan bahwa pemerintah tengah mempercepat implementasi reformasi perpajakan digital, perluasan basis pajak, serta optimalisasi belanja negara agar tetap produktif dan efisien. Namun demikian, tekanan global dan ketergantungan pada komoditas disebut tetap menjadi tantangan utama.

Baca juga:  Gen Z dan Milenial: Terjebak dalam Doom Spending di Tengah Tantangan Ekonomi

Ekonom dari berbagai lembaga turut mengingatkan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk memperkuat fondasi penerimaan negara, bukan hanya melalui pajak, tetapi juga melalui pengelolaan aset negara, penegakan hukum fiskal, dan efisiensi dalam pembelanjaan.